KONFLIK
AGRARIA DI SEKTOR KEHUTANAN
DI
KABUPATEN LEBAK
Oleh : Bayu Hadiyana Trenggono.,S.IP.,M.Si
1.1 Kondisi Umum Kabupaten
Lebak
Kabupaten Lebak terletak antara
6º18'-7º00' Lintang Selatan dan 105º25'-106º30' Bujur Timur, dengan luas
wilayah 304.472 Ha (3.044,72 Km²) yang terdiri dari 28 Kecamatan dengan 340
desa dan 5 kelurahan. Kabupaten Lebak memiliki batas wilayah administratif
sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Serang dan Tangerang
Sebelah Selatan : Samudera Indonesia
Sebelah Barat : Kabupaten Pandeglang
Sebelah Timur : Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi
Lahan dan Kawasan beserta luas dan
sebarannya yang berada di Kabupaten Lebak meliputi :
1.
Kawasan yang memberikan perlindungan
kawasan bawahannya, pengembangan kawasan dikaitkan dengan
fungsi hidrologis, mencakup lahan seluas 63.845 ha (22,32 % dari
luas total Kabupaten Lebak), terdiri dari :
· Kawasan hutan lindung (luas 29.975 ha), Kawasan hutan
lindung tersebar di Kecamatan Cipanas, Kecamatan Muncang, Kecamatan Sobang,
Kecamatan Cijaku, Kecamatan Panggarangan, Kecamatan Cibeber, dan Kecamatan
Bayah.
· Kawasan resapan air (luas 33.870 ha), Sebaran kawasan
resapan air terdapat di Kecamatan Cipanas, Kecamatan Muncang, Kecamatan Sobang,
Kecamatan Bojongmanik, Kecamatan Gunungkencana, Kecamatan Cijaku, Kecamatan
Panggarangan, Kecamatan Cilograng, Kecamatan Cibeber, dan Kecamatan Bayah.
2. Kawasan perlindungan setempat, kawasan
lindung yang merupakan kawasan perlindungan setempat di Kabupaten Lebak seluas
10.595 Ha (3,7% dari luas total Kabupaten Lebak), terdiri dari :
· Sempadan pantai, Sebaran sempadan pantai terdapat di
Kecamatan Wanasalam, Malingping, Panggarangan, Cihara, Cibeber dan Kecamatan
Bayah dengan panjang garis pantai sekitar 91,42 Km.
· Sempadan sungai, Perlindungan terhadap sempadan
sungai dilakukan untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat
mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar
sungai serta mengamankan aliran sungai.
· Kawasan sekitar mata air, Perlindungan terhadap kawasan
sekitar mata air dilakukan untuk melindungi mata air dari kegiatan budidaya
yang dapat merusak kualitas air dan kondisi fisik kawasan sekitamya, sedangkan
kriteria kawasan lindung untuk kawasan mata air adalah sekurang-kurangnya
dengan jari-jari 200 meter di sekitar mata air.
3. Kawasan suaka alam dan cagar
budaya, terdiri dari :
· Taman nasional (luas cakupan sebesar 16.380 ha),Taman nasional yang terdapat di Kabupaten Lebak adalah Taman Nasional
Gunung Halimun-Salak, yang berada di wilayah Kecamatan Cipanas, Lebakgedong,
Sobang, Muncang dan Cibeber dengan luas 16.380 ha (5,71 % dari luas total
Kabupaten Lebak).
· Kawasan cagar budaya, adalah cagar budaya Masyarakat Baduy
dengan luas sebesar 5.102 ha atau 1,79% dari luas total Kabupaten Lebak.
Perlindungan terhadap kawasan cagar budaya dilakukan untuk melindungi kekayaan
budaya bangsa berupa peninggalan-peninggalan sejarah dari ancaman kepunahan
yang disebabkan oleh kegiatan alam maupun manusia.
· Kawasan Ilmu Pengetahuan, Kawasan yang diperuntukan untuk
kawasan Ilmu pengetahuan terdapat di sekitar wilayah pertambangan bersyarat.
Sesuai dengan lokasinya diharapkan kawasan ilmu pengetahuan yang akan
dikembangkan adalah Ilmu Pengetahuan berbasis pertambangan.
4. Kawasan rawan bencana alam, Perlindungan
terhadap kawasan rawan bencana alam dilakukan untuk melindungi manusia dan
kegiatannya dari bencana yang disebabkan oleh alam maupun secara tidak langsung
oleh perbuatan manusia.
· Kawasan Rawan Bencana Gerakan Tanah. Berdasarkan zonasi
kerentanan gerakan tanah, maka kawasan rawan bencana alam di Kabupaten Lebak
diidentifikasi seluas 1.300 ha (0,95 % dari luas total Kabupaten Lebak). Adapun
sebaran kawasan rawan bencana alam terdapat di Kecamatan Cipanas, Kecamatan
Bayah, Kecamatan Bojongmanik, dan Kecamatan Leuwidamar. Pada kawasan dengan
kerentanan gerakan tanah menengah dan tinggi, sebagaimana yang banyak terdapat
di Kabupaten Lebak masih dimungkinkan adanya kantung-kantung daerah layak huni
akan tetapi alangkah lebih baik bila kawasan seperti ini mendapat penelitian
geologi teknik yang lebih rinci apabila akan dimanfaatkan.
· Kawasan Rawan Banjir. Kawasan rawan bencana banjir sedapat
mungkin tidak dipergunakan untuk permukiman, demikian pula kegiatan lain yang
dapat merusak atau mempengaruhi kelancaran sistem drainase. Berdasarkan fakta
di lapangan menunjukkan bahwa hampir seluruh wilayah Kabupaten Lebak rawan
terhadap bencana banjir, terutama di wilayah-wilayah sekitar bantaran sungai
dan wilayah pantai.
Luas kawasan Lindung atau kawasan yang
mempunyai fungsi lindung di Kabupaten Lebak mencapai 31,93%. Luasan tersebut
sangat proporsional untuk suatu wilayah dalam menjaga daya dukung lingkungan.
Kondisi tersebut sesuai juga dengan amanat Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang, dimana suatu wilayah diharapkan mempunyai persentase
luasan kawasan lindung sebesar 30%.
1.2 Latar Belakang Masalah
Kabupaten
Lebak adalah salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten yang
terletak di bagian selatan yang sebagian besar merupakan dataran rendah dengan
potensi sumber daya alam terutama bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan
yang tinggi. Pada daerah agraris seperti Kabupaten Lebak tanah merupakan faktor
produksi sangat penting karena menentukan kesejahteraan hidup penduduk daerah
bersangkutan. Walapun tanah di daerah agraris merupakan kebutuhan dasar, tetapi
struktur kepemilikan tanah di negara agraris biasanya sangat timpang. Di satu
pihak ada individu atau kelompok manusia yang memiliki dan menguasai tanah
secara berlebihan namun di lain pihak ada kelompok manusia yang sama sekali
tidak mempunyai lahan. Kepincangan atas pemilikan tanah inilah yang membuat
seringnya permasalahan tanah di negara-negara agraris menjadi salah satu sumber
permasalahan.
Sebagai sumber
agraria yang paling penting, tanah merupakan sumber produksi yang sangat
dibutuhkan sehingga ada banyak kepentingan yang membutuhkannya. Perkembangan
penduduk dan kebutuhan yang menyertainya semakin tidak sebanding dengan luasan
tanah yang tidak pernah bertambah. Karena itulah, tanah dan segala sumber daya
alam yang terkandung di dalamnya selalu menjadi ”ajang perebutan” berbagai
kepentingan yang senantiasa menyertai kehidupan manusia. Tidak heran jika sejak
zaman dahulu tanah selalu menjadi obyek yang diperebutkan sehingga memunculkan
adanya sengketa dan konflik yang berkaitan dengan tanah dan sumber daya yang
dikandungnya. Disamping itu Adanya ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan,
penggunaan, dan pemanfaatan tanah serta ketimpangan terhadap sumber-sumber
produksi lainnya menyebabkan terjadinya konflik pertanahan. Pada bagian lain,
ketimpangan pemilikan tanah yang memperlihatkan secara kontras kehidupan makmur
sebagian kecil penduduk pedesaan pemilik lahan yang luas dengan mayoritas
penduduk desa yang miskin merupakan potensi konflik yang tinggi karena tingginya
kadar kecemburuan sosial dalam masyaralat itu.
1.3 Permasalahan dan Mekanisme
Penyelesaian Masalah
Konflik
pertanahan merupakan persoalan yang kronis dan bersifat klasik serta
berlangsung dalam kurun waktu tahunan bahkan puluhan tahun dan selalu ada dimana-mana.
Sengketa dan konflik pertanahan adalah bentuk permasalahan yang sifatnya
kompleks dan multi dimensi. Oleh karena itu usaha pencegahan, penanganan dan
penyelesaiannya harus memperhitungkan berbagai aspek baik hukum maupun non
hukum. Seringkali penanganan dan penyelesaian terhadap sengketa dan konflik
pertanahan dihadapkan pada dilema-dilema antara berbagai kepentingan yang
sama-sama penting. Mencari keseimbangan atau win-win solution atas konflik yang
sudah terjadi jelas membutuhkan upaya yang tidak mudah. Karena itu dibutuhkan
pemahaman mengenai akar konflik, factor pendukung dan faktor pencetusnya
sehingga dapat dirumuskan strategi dan solusinya. Dengan usaha-usaha
penyelesaian akar masalah, diharapkan sengketa dan konflik pertanahan dapat ditekan
semaksimal mungkin, sekaligus menciptakan suasana kondusif dan terwujudnya
kepastian hukum dan keadilan agraria yang mensejahterakan.
Akar permasalahn dalam sengketa pertanahan antara lain : klaim
penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah (P4T), putusan
pengadilan, pengadaan tanah baik oleh pemerintah maun pihak swasta dan konflik
yang di akibatkan oleh tumpang tindih perizinan. Adapun macam sengketa di
Kabupaten Lebak yang sering terjadi di sektor kehutanan, sebagai berikut :
1. Sengketa tanah
ulayat/adat ;
2. Sengketa tanahgarapan ;
3. Okupasi/penyerobotan
oleh masyarakat ;
4. Penyerobotan oleh
perusahaan lain ;
5. Tuntutan masyarakat
atas status tanah yang sedang mengurus perpanjangan HGU ;
6. Tuntutan ganti rugi ;
7. Pengambilan tanah
masyarakat tanpa kesepakatan ;
8. Tanah yang
diperjual-belikan ;
9. Masyarakat menuntut
pengembalian tanah ;
10. Masyarakat keberatan
atas pemberian/perpanjangan HGU;
11. Masyarakat ingin
memiliki lahan;
12. Menolak keberadaan
kebun sawit ;
13. Pengrusakan lahan
tanaman;
14. Penjarahan produksi ;
15. Pengrusakan lahan
tanaman pangan ;
16. Tumpang tindih alokasi
lahan dengan tanaman pangan ;
Kasus-kasus
yang sering terjadi di kabupaten lebak, antara lain :
1. Konflik warga dengan taman nasional gunung halimun salak
(TNGHS);
2. Konflik antara warga dengan tim pengadaan tanah untuk
kepentingan umum kabupaten lebak dengan warga yang menolak ;
3. Konflik antara warga dengan tim pengadaan tanah untuk
kepentingan umum kabupaten lebak dengan warga menolak besaran pembayaran ganti
rugi ;
4. Konflik antara penggarap dengan pemegang hak eks HGU ;
5. Konflik antara penggarap dengan perhutani terkait tegakan yang
dimiliki oleh penggarap ;
6. Konflik antara warga masyarakat dengan pihak perusahaan swasta
dalam rangka pengadaan tanah ;
7. Konflik klaim kepemilikan antara warga dengan pihak pemerintah
daerah ;
8. Konflik antara penggarap dengan perusahaan perkebunan milik
BUMN ;
9. Konflik antara tanah adat baduy dengan warga sekitar, TNGHS
maupun perusahaan (HGU) yang berbatasan langsung dengan tanah adat ;
10. Konflik antara HGU terlantar dengan penggarap.
Contoh kasus
yang sering terjadi di kabupaten lebak, antara lain : Konflik antara masyarakat
di kecamatan sobang, lebakgedong, cibeber, cipanas, muncang, leuwidamar,
sajira, cijaku, dan panggarangan dengan Taman Nasional Gunung Halimun Salak
(TNGHS) dimana pemukiman, fasilitas umum dan fasilitas pendidikan masuk kedalam
pengelolaan TNGHS, di tambah lagi dengan rencana perluasan wilayah yang akan di
kelola oleh Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang berakibat semakin banyak
fasilitas umum, pendidikan, keagamaan, dan rumah warga yang masuk ke wilayah
tersebut. Penyelesaian masalah dalam kasus ini Pemerintah Daeran memfasilitasi
perwakilan warga di kecamatan yang terkena perluasan wilayah yang di kelola
TNGHS untuk menghadap Kementrian Kehutanan agar meninjau ulang perluasan Taman
Nasional Gunung Halimun Salak serta didukung oleh Surat Keputusan Bupati agar
meninjau ulang perluasan lahan yang akan dikelola oleh TNGHS.
Konflik antara
warga dengan tim pengadaan tanah untuk kepentingan umum Kabupaten Lebak terkait
dengan pembangunan waduk karian, warga menolak
pembangunan tersebut serta warga menolak besaran pembayaran ganti rugi.
Pada pelaksanaannya terjadi suatu insiden pada hari Kamis Tanggal 7 Oktober
2010 pada pukul : 15.00 Wib, dimana terjadi amuk
warga yang mengakibatkan kerusakan satu buah mobil dan dua motor polisi.
Kejadian tersebut juga mengakibatkan seorang polisi menjadi korban pemukulan
warga, kemarahan warga di sebabkan adanya provokator menolak pembangunan waduk
karian, meminta lahan pengganti yang harus di sediakan oleh pemerintah,
sosialisasi yang tidak tepat sasaran dan mis komunikasi antara pihak BPN,
Kepala Desa, Warga, dan Panitia Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum Di
Kabupaten Lebak. Penyelesaian maslah pada kasus ini Pemerintah Daerah beserta
Tim Panitia Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum Di Kabupaten Lebak
melaksanakan sosialisasi kembali, serta melaksanakan sosialisasi yang tepat
sasaran agar tidak terjadi mis komunikasi kembali. Sedangkan untuk pengadaan
tanah yang dilaksanakan oleh pihak swasta, Pemerintah daerah akan menindak
tegas apabila perusahaan belum memiliki perizinan terkait dengan pengadaan
tanah tersebut.
Konflik yang
sering terjadi adalah antara penggarap dengan pemegang hak HGU dimana penggarap
biasanya mempermasalahkan perizinan HGU tersebut. HGU yang akan habis
perizinannya, serta SK HGU yang tidak diperpanjang mengakibatkan terjadi
perselisihan antara penggarap dengan pemegang eks HGU. konflik berikutnya
adalah pemilik HGU yang masih aktif dengan penggarap, penyelesaian masalah dalam
hal ini Pemerintah Daerah atas bantuan Kantor Pertanahan Kabupaten Lebak
mengklarifikasi Peraturan terkait dengan terbitnya SK HGU perusahaan
bersangkutan. Setelah memfasilitasi mediasi antara penggarap dangan pemilik
HGU, setelah proses mediasi barulah mengeluarkan surat rekomendasi atas
persetujuan pihak-pihak terkait. Permasalahan berikutnya yang sering terjadi
adalah antara penggarap dengan pihak Perhutani maupun Perusahaan perkebunan
BUMN (PTPN). Dalam proses penyelesaian masalah Pemerintah Daerah melalui Tim
Penyelesaian Masalah Pertanahan di Kabupaten Lebak merekomendasikan setelah
diskusi serta mediasi antar kedua belah pihak, tanpa merugikan pihak manapun.
Konflik
berikutnya yang sering terjadi adalah ketika masyarakat mengklaim tanah atau
bangunan milik Pemerintah daerah, dalam hal ini Pemerintah Daerah melalui Tim
Penyelesaian Masalah Pertanahan di Kabupaten Lebak menghimpun data otentik
serta berpedoman pada peraturan perundang-undangan dalam pengambilan kebijakan.
Pada prosesnya apabila masyarakat tetap mengklaim sedangkan data otentik di
Kantor Pertanahan kabupaten Lebak bahwa tanah yang di klaim milik Pemerintah
Daerah, Pemerintah Daerah mempersilahkan masyarakat untuk menggugat melalui
Pengadilan. Pemerintah Daerah akan tunduk kepada keputusan pengadilan dalam
pengambilan kebijakan.
Permasalahan batas wilayah tanah adat baduy
dan sekitarnya sering kali bermasalah di karenakan terjadi klaim masyarakat
maupun perusahaan BUMN/Swasta, dalam hal ini Tim Penyelesaian Masalah Pertanahan
di Kabupaten Lebak berpedoman pada Peraturan
Daerah (Perda) Kabupaten Lebak Nomor 32 Tahun 2001 tentang Perlindungan atas
Hak Ulayat Masyarakat Baduy dan Keputusan Bupati Lebak Nomor
590/Kep.233/Huk/2002 tentang Penetapan Batas-batas Detail Tanah Ulayat
Masyarakat Adat Baduy di Desa Kanekes.
Pengambilan kebijakan yang di rekomendasikan oleh Tim Penyelesaian Masalah Pertanahan di Kabupaten Lebak berpedoman
pada peraturan perundang-undangan serta kearifan lokal, mediasi dengan pihak
yang saling mengklaim, dan musyawarah mufakat kedua belah pihak. Untuk
menghindari pelanggaran ham yang dilakukan oleh tim, pengambilan kebijakan
selalu dan tidak akan pernah menggunakan tindakan kekerasan dalam
merumuskannya. Pola pelanggaran HAM yang sering terjadi, antara lain :
1. Pelanggaran terhadap hak rakyat untuk memanfaatkan kekayaan dan
sumber-sumber alam ;
2. Pelanggaran hak memiliki atau menguasasi kekayaan ;
3. Pelanggaran hak atas kebebasan ;
4. Pelanggaran terhadap integritas pribadi.
Pelanggaran Ham sering terjadi dikarenakan mis
komunikasi antara kedua belah pihak yang mengklaim kepemilikan tanah.
Pemerintah Daerah memfasilitasi setiap laporan pengaduan masyarakat untuk dimusyawarahkan
dengan berbagai pihak serta mediasa kedua belah pihak yang mengklaim
kepemilikan tanah, sehingga dalam pengambilan keputusan tidak memihak.
1.4 DAFTAR PUSTAKA
Prof Dr. Muhammad Bakri, SH.MS: 24/09/2012 Pemanfaatan Hutan Bagi Kesejahteraan
Rakyat Dan Kelestarian Lingkungan Hidup.
Sumarto, SH, M.Eng : ( Direktorat Konflik Pertanahan Badan
Pertanahan Nasional RI 2012) Disampaikan pada Diklat Penanganan Konflik
Pertanahan Kementerian Dalam Negeri di Hotel Jayakarta,Tanggal 19 September
2012.
Widiyanto : Koordinator Database dan Informasi HuMa
Lebakkab.go.id
Uu No 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
Pengkajian Dan Penanganan Kasus Pertanahan
Peraturan Daerah (Perda)
Kabupaten Lebak Nomor 32 Tahun 2001 tentang Perlindungan atas Hak Ulayat
Masyarakat Baduy
Keputusan Bupati Lebak Nomor
590/Kep.233/Huk/2002 tentang Penetapan Batas-batas Detail Tanah Ulayat
Masyarakat Adat Baduy di Desa Kanekes
Surat Keputusan Bupati Lebak Nomor :
593.71/Kep.18/Adm.Pem.Um/2013 Tentang Tim Penyelesaian Masalah Pertanahan Di Kabupaten
Lebak